Minggu, 11 April 2021

Hanya Tentang Suatu Hari

Ada saatnya untuk berhenti. Sepertinya selama ini kamu hanyalah obsesiku. Atau mungkin tidak. Entahlah bagaimana cara terbaik untuk mendeskripsikan perasaanku selama ini. 


Cinta? Saat itu mencintaimu merupakan sebuah metamorfosis yang rumit. Anggap saja aku tiba-tiba dikutuk menjadi kupu-kupu. Biasanya aku hanya bisa mengamati mereka menari dengan cantik di langit. Atau hanya sekedar membaca buku biologi tentang kehidupan mereka yang cukup menyedihkan. Rasanya sangat canggung merasakannya secara langsung, perasaan bahagia saat mereka mengepakkan sayap dan mengapung diudara, atau saat mereka menghabiskan separuh hidupnya hanya berdiam diri menjadi kepompong. Entahlah, apa ini metamorfosis yang baik atau buruk?


Mencintaimu merupakan hal yang canggung pada awalnya. Aku bisa merasakan banyak hal saat itu. Duniaku seakan berputar untuk dirimu saja. Semua topik pembicaraan yang aku punya hanya tentang dirimu. Kebiasaanmu, gerak-gerikmu, atau hal yang sangat indah yang paling aku suka adalah matamu. Mungkin aku bisa menghabiskan satu buku atau membuat satu playlist untuk menggambarkan betapa cantiknya itu. Tapi seperti kehidupan si kupu-kupu, mencintaimu juga dipenuhi banyak duka. Kerepotanku menahan semuanya sendirian sepertinya cukup tidak adil. Apa kupu-kupu pernah protes kepada tuhan untuk di perpanjang hidupnya? Atau dipercepat untuk bisa mengepakkan sayapnya? sepertinya mereka melakukan itu.


Aku terus meminta untuk dihilangkan perasaan ini disaat semuanya menjadi terlalu berat. Tetapi sepertinya, aku juga tidak ingin kehilangan perasaan itu. Karena sepertinya mencintaimu adalah sebuah keharusan. Aku tidak peduli akan berakhir seperti apa. Meskipun terkadang terlalu menyesakkan. Tapi biarlah, memang itu yang harus kutanggung. Beberapa kali aku tidak terima mengapa hanya aku yang bisa merasakan ini. Sedangkan tuhan sama sekali tidak memberimu perasaan ini. Tidak adil bukan? Berbagai cara untuk menghapus perasaan ini sudah dilakukan. Berbicara dengan banyak pria lain untuk bertanya sedang apa, sudah makan atau belum, dan banyak pertanyaan yang seharusnya memberikan perasaan yang sama seperti saat aku bersamamu. Terus mengulang pola yang sama.


Pada akhirnya semuanya selalu kembali padamu. Kembali lagi dengan perasaan yang lebih menggebu. Kembali lagi meminta untuk dihilangkan tetapi aku tau, aku tidak mau kehilangan perasaan itu. Banyak yang ingin aku sampaikan betapa seriusnya perasaan main-main ini. Aku bisa lebih mencintaimu dibanding dia. Atau lihatlah dan tolong rasakan sebesar ini perasaan itu, sampai memenuhi diriku dan ingin meledak. Tetapi kamu hanya pura-pura memahami saja. Tanpa pernah mau merasakannya. 


Semuanya menjadi terlalu rumit hanya untukku. Tidak untukmu. Kamu tidak mengetahuinya. Atau mungkin tau. Hanya berpura-pura berdalih menjadi teman dekat. Saling memberi perhatian palsu yang bisa aku rasakan tetapi tidak bisa kamu rasakan. Tidak apa, itu cukup menghibur. Aku tidak berbohong, aku menyukai semua skenarionya tanpa cacat. 


Hanya saja, bisakah aku tinggal di dunia itu? Terlalu perih saat dihadapkan oleh kenyataan. Ya, tapi aku tidak ingin menyangkal. Mencintaimu adalah anugerah. Aku bisa merasakan itu. Aku bisa merasakan makna yang ingin tuhan sampaikan padaku. 


Suatu hari, aku menghadapi lagi kejadian yang sebelumnya pernah aku rasakan untuk beberapa kali. Rasa lelah menahan dan menanggung semuanya. Rasa ingin berteriak atau berbuat kesalahan seperti menciummu, memberikan jejak untuk meluapkan perasaan ini. 


Malam itu dengan penuh air mata yang dengan fasih mengalir jika menyangkut kamu. Ketikan ponsel terasa berat sekali, semua berjalan lambat. Ingat ini semua hanya bagiku. Tidak bagimu. Mungkin kamu sedang tertawa atau sedang sibuk dengan seluruh urusanmu.



Entah kerasukkan apa, saat itu aku menyampaikannya kepadamu. 

Tentang semua beban yang aku rasakan.


Beberapa hari kemudian, aku mengunjungimu. 

Hari itu aku merasa bisa melepasmu. Perasaanku kosong. Mungkin butuh waktu untuk tidak terlibat. Butuh waktu untuk mempertahankan rasa yang kosong ini. 

Sampai menjadi terbiasa. 



Kuharap kamu baik-baik saja dan selalu dilindungi.

Senin, 22 Juni 2020

ucapan 17 tahun untuk mama


 
 

mah, di usia yang beranjak dewasa ini
punggungmu semakin terlihat rapuh 

tidak terasa waktu memakan kita perlahan demi perlahan
dulu kau masih memanggilku gombol, menyuapi makanan
karena melihatku yang lama dan patah-patah menggenggam sendok.
kau juga menyisir rambutku merangkai dengan beragam bentuk
lalu memasang bando berwarna merah muda yang terlihat manis.

aku tidak pernah lupa senyumanmu saat aku meraih juara kelas 
dan membelikan mainan sebagai hadiah usahaku
pernah sekali duakali kau mengusap kepalaku
rasanya canggung dan aneh tetapi sangat hangat.

sekarang, aku tumbuh dengan nakal membuatmu muak
membuatmu  kecewa dan marah berkali-kali.
semakin dewasa, kau melepasku untuk tumbuh mandiri.
aku menjadi dingin karena mengganggap kau tidak ada peran disini.

mah, aku sempat merasa kehilangan rumah beberapa waktu
menyalahkan ketidakhadiranmu dengan amarah yang berkecamuk
menjadikanmu alasan untuk berulah.
aku butuh waktu untuk berfikir mencari tau siapa anak yang akan menempati usia 17 tahun ini.

ya, aku terlalu berantakkan untuk menempati usia itu. 
tapi aku berharap agar kita bisa saling memahami, mah.
mungkin kita berbeda pendapat dan pemikiran
tetapi kita bisa saling menghargai.

aku tau kau menginginkan yang terbaik untukku.
tetapi semesta pernah bilang padaku, 
untuk membuat pemahaman hidup sendiri.
aku tidak ingin berbohong kalau aku membutuhkanmu.
baik dulu, sekarang, dan selamanya.

mah, pernah merasa dihakimi?
itu yang aku rasakan saat ingin bercerita kepada kalian
aku punya begitu banyak masalah dan goresan luka yang tidak pernah kalian lihat. mungkin kemarin,kau muak dengan semua hal tentang aku. aku minta maaf akan hal itu.

mah, jika kau ingin tau apa yang terjadi denganku saat itu, temui dia.
dia seorang guru yang lembut dan menjadi tameng pertamaku saat hancur. banyak hal yang tidak kau tau, mah. entah itu kau tidak mau tau atau aku yang terlalu berengsek menutupinya.

mah, bagaimanapun kau adalah makhluk tuhan yang melahirkanku.
makhluk yang sangat kuat dan tegar.
aku ingin berterimakasih diumur 17 tahunku atas semua hal baik tentangmu. doa-doa yang baik aku sampaikan untukmu.

terimakasih, mah.💕


Minggu, 07 Juni 2020

Kata Semesta si Antagonis



Kamu pernah berada di fase ketika semesta tidak adil? 
Berkali-kali kamu dihancurkan meski banyak luka yang belum kunjung pulih. 
Ingin menangis tetapi tidak bisa, karena sebelumnya kamu tidak pernah serapuh ini. 
Ingin sekali berteriak untuk melepas sesak. 
Ingin menangis untuk melepas sakit. 
Dan ingin mempunyai teman untuk berbagi rasa yang kosong. 


Terlepas dari semua rasa ingin, sepertinya tidur adalah obat terbaik. 
Melepas peran dari drama semesta yang rumit. 
Membuat cerita kehidupan baru yang sangat cantik dan senyum-mu menjadi sampulnya. 
Tetapi lagi-lagi semesta bersorai, menertawakan penyakit yang timbul karena perannya. 
Kamu terjaga sepanjang malam.


Ini adalah kesekian kalinya Sang Surya menyambutmu. 
Masih dengan rasa yang sama, dunia berputar dan buram. 
Tidak ada waktu untuk menatap tumpukan gambar untuk kata fajar. 
Semesta memaksamu menatap lagi tempat yang tidak ingin kamu datangi. 
Bukan karena tempatnya, tetapi ilusi sesak yang tercipta disana.


Fisik dan mentalmu menjadi tumbal untuk semesta.
Perlahan, dengan sangat hati- hati kamu tidak lagi mengenal siapa kamu.
Ragu untuk berjalan, ragu untuk mengucap kata, dan ragu untuk percaya pada kamu.

Semesta tersenyum tipis menyaksikannya.

Gravity.... (jelek)

Masih jelek. Baru pertama kali bikin serius... eaa hasilnya masih kurang memuaskan.

Kamis, 22 Maret 2018

Cerita pendek


Akal & Adena

Dering ponsel menyadarkan lamunan Adena. Dia mengulurkan tangannya dan dengan malas membuka notifikasi di layar ponsel.

Arina : Den, hari ini kita mau bolos ke café. Lo mau ikut?

Seperti tersambar listrik bertegangan 1000 watt, wajahnya mendadak cerah. Senyuman kecil tesungging di bibirnya. Dengan secepat kilat, tangannya menari-nari di atas keyboard.

Adena: MAUUU! Gue gabut banget di kelas.

Belum sempat menekan tombol kirim, Bu Ira sudah berjalan memasuki kelas. ‘sialan’ batin Adena. Bu Ira adalah guru IPS yang cukup tegas. Jika ada yang ketahuan bersalah, dia tidak segan-segan memberi hukuman.

“Selamat pagi! Siapkan selembar kertas, hari ini kita ulangan.” sapa Bu Ira.

Sebenarnya Bu Ira sudah mengumumkan ulangan IPS dari seminggu lalu. Tapi, Adena sedang mendatangi konser artis idolanya bersama Arina dan Mala, sahabatnya.  

Lembar soal sudah mulai di bagikan dari meja ke meja.

“Waktunya 120 menit. Mohon di kerjakan dengan baik.”

Dia membuka buku paket IPS dan membaca ringkasan penting sembari menunggu Bu Ira menaruh lembar soal di mejanya. Lalu, menghembuskan nafas dengan kasar.

“Baiklah, mari kita selesaikan ini!” ujarnya dengan serius.

Dua puluh menit kemudian, Adena meletakkan pensilnya dan tersenyum bangga. Dengan percaya diri, dia memberikan kunci jawaban dan lembar soalnya ke Bu Ira. Jarang sekali dia mengerjakan soal ulangan dengan serius. Tapi hari ini dia melakukannya.

***
Dua hari setelah ulangan diadakan, Bu Ira membagikan lembar jawaban yang sudah terdapat tinta merah di kolom nilai. Murid-murid memasang wajah cemas dan gugup kecuali Adena. Hanya ada gurat cemas disana, tetapi bukan gurat cemas menunggu hasil ulangan. Hari ini, toko baju langganannya sedang ada diskon besar dan dia tidak ingin terlambat datang kesana.

“Ini dia, nilai tertinggi kita jatuh pada Adena dan Akal!” suara Bu Ira membuat anak satu kelas memandang Adena dengan tatapan heran. Dia tidak sadar bahwa dia sedang menjadi tontonan anak satu kelas. Dengan lihai, dia mengambil permen karet dan melemparnya tepat ke dalam mulut dan mulai mengunyah.

“Ekhm,” dehaman bu Ira menyadarkan Adena yang langsung menyengir canggung.

“Silahkan kalian berdua maju kedepan! Pulang sekolah temui saya di perpustakaan.”
Akal hanya berdecak sebal melihat kelakuan Adena yang sedang menggaruk rambut, berpura-pura mengerti.

“Baik, Bu!”


*Bel pulang sekolah*


“DENA!” panggil Arina dan Mala bersamaan.

“Hai kalian! Ayo cepat, kita harus pergi ke toko sebelum barang-barangnya habis!” mereka berlari ke gerbang sekolah dengan cepat.

Sampai di depan gerbang, seorang laki-laki menatap mereka dengan tajam. “Tunggu!”

‘kaya pernah liat,’ batin Adena.

“Elo sini!” tambahnya sembari melirik Adena.

“Gue?”

“Di panggil bu Ira,” ujarnya ketus.

Adena melamun, ‘gua inget! dia yang tadi maju ke depan bareng guakan?’ batinnya.

“Oh iya gue lupa, gimana nih?” ia menatap kedua sahabatnya bergantian.

“Ada apaan sih?” mereka menatap Akal dan Adena bergantian. “Kalian berdua duluan aja, nanti gue nyusul.”

“Tapi- ”

Adena sudah berlari ke perpustakaan menemui bu Ira disusul dengan Akal. Mereka duduk di bangku dengan detak jantung yang belum beraturan. Bu Ira tersenyum ramah,

“Maaf ya, saya mengambil jam pulang kalian. Ada yang ingin saya bicarakan--”

***
Gadis berambut coklat muda itu memakai kacamata yang sedang tenar di kalangan remaja seumurannya. Bibir kecilnya di olesi lip-tint merah muda dan juga maskara di bulu matanya. Warna kulitnya kontras dengan pakaian yang ia pakai. Membuatnya terkesan mewah.

“Adena?”

Gadis itu menoleh mencari asal suara. “Eh, Bu Ira? Ko bisa ada di sini?”
Dia menghampiri wanita muda berumur 30 tahunan yang sedang duduk tidak jauh darinya. Wanita muda itu menyambutnya dengan senyuman hangat.

“Bukannya saya yang harus bertanya seperti itu? Anak muda seperti kamu jarang sekali berada di tempat seperti ini.” Gadis berambut coklat itu tertawa kecil.

“Saya sering pergi ke tempat yang bersejarah jika ada waktu luang. Kamu sendiri?” lanjut wanita itu.

“Yah, mungkin setelah bu Ira meminta saya buat ikut lomba, saya ngerasa itu adalah tanggung jawab saya. Jadi, saya mulai nyari tau tempat-tempat bersejarah yang menarik buat nambah pengetahuan. Menurut saya, kalau melihat langsung, saya akan lebih mudah mengingatnya.”

Wanita muda itu tersenyum bangga mendengar ucapan si gadis berambut coklat.  “Saya tau dan saya tidak pernah ragu dengan keputusan saya.”


***
Lima hari sebelumnya,

“Dena! Kamu kemarin kemana bareng si cowok kacamata itu?” tanya Arina ketus.

“Kemarin kita nunggu di toko, tapi kamu kelamaan. Jadinya kita tinggalin deh,” tambah Mala dengan nada sedikit kesal.

Adena tersenyum kecil, “ayo ke kantin dulu, gue ceritain disana.”

“Kalian mau pesen apa? Sekarang gue yang teraktir, tapi jangan marah lagi loh.”

Mereka tersenyum kecil. “Gue mau es oreo ya!” ujar Arina. “Gue es jelly!” sahut Mala.
Adena tertawa kecil melihat tingkah sahabatnya. Lalu berlari mengantri dan memesan 2 es favorite sahabatnya.

“Jadi, kemaren gue abis di panggil sama bu Ira. Dia minta gue buat  ikut pelatihan IPS. Nah, pas gue mau pergi, si cowok kacamata itu nyuruh gue buat fotokopi soal IPS. Terus pas nyampe disana, ternyata ngantri banget. Jadinya pas sampe di toko, kalian udah nggak ada.”

“Jadi lo mau ikut lomba IPS?” Mala menyeruput es jelly kesukaanya.

“Yang gue denger, bu Ira nyuruh gue  buat dateng pelatihan aja kok,” Adena mengibaskan tangannya, tidak peduli.

“Ada-ada aja lo, namanya juga pelatihan pasti buat lomba lah.”

“Gue juga nggak yakin sih, tapi kenapa gua? Kalian temenin ke meja bu Ira ya?” mereka mengangguk mengiyakan.

Bu Ira sedang menikmati makan siangnya sembari berbincang kecil dengan guru-guru lainnya. “Bu Ira,”

“Adena?”

“Bisa kita bicara sebentar, Bu? Ini tentang pelatihan IPS,” Bu Ira langsung memanggut dan meneguk gelasnya.

“Ada apa, Den?”

Bu Ira mendekati Adena yang sedang berdiri tidak jauh dari mejanya. “Pelatihan IPS yang ibu bilang kemarin itu untuk lomba?”

“Oh iya, saya lupa bilang ke kamu. Pelatihan IPS itu memang untuk lomba. Kamu pasti mau nanya kenapa kamu  yang saya pilih?” Adena dan kedua sahabatnya memanggut bersamaan. “Sebenernya saya sudah tau kalau kamu sering bolos setiap mapel.”

Mereka bertiga saling lirik dan menyengir canggung. “Awalnya saya pikir, kamu tidak akan mengikuti ulangan saat itu, tapi ternyata tidak. Saya mengamati kamu saat mengisi lembar jawaban dengan serius. Kamu mengerjakannya dengan jujur. Dan dugaan saya benar, kamu berbakat. Saya pikir itu alasan yang cukup kuat buat milih kamu untuk ikut lomba IPS.”

“Lombanya kapan, Bu?” tanya Mala yang ikut menyimak pembicaraan mereka.

“Minggu depan.”

Mereka saling tatap dan kecewa. Untuk minggu depan, rencana mingguannya harus dibatalkan. Adena tidak begitu tertarik dengan lomba semacam itu. Sepertinya, dia harus mencari cara untuk membatalkan lomba itu. Mereka berjalan ke kelas masing-masing dengan lesu.
“Minggu depan kita batalin jadwal?” Arina menghela nafas kasar.
“Gue nggak mau ikut lomba. Mungkin gua bakal cari alasan buat ngundurin diri.”
                                                 
                                                                       _-_-_-_-_-_

Ruang aula sudah di penuhi dengan siswa-siswi dengan seragam yang berbeda-beda. Beberapa guru juga ikut mendampingi mereka. Seorang pria paru baya berjalan menaiki panggung diikuti dengan suara tepuk tangan yang bergemuruh. Pria paruh baya itu memakai baju batik dan celana polos. Wajahnya terlihat ramah tetapi ada gurat tegas disana.

“Selamat pagi, para penerus bangsa!” notasi bicaranya sangat tegas dan tenang, membuat seisi ruangan itu, memusatkan perhatiannya. “Pagi, Pak!”

“—Kita berkumpul disini untuk mengadakan kompetisi IPS. Saya tau, jarang sekali siswa-siswi seperti kalian, berminat di bidang IPS. Tapi saya cukup bangga melihat puluhan anak yang mau berpartisipasi dalam kompetisi ini. —”

“Oke, jadi lomba ini dibagi menjadi 3 sesi. Yang pertama adalah test tertulis dan yang kedua itu test cerdas cermat. Lalu yang terakhir adalah final —”

Setelah pengarahan, mereka mulai mengambil nomor peserta dan bersiap untuk test pertama.
Gadis berambut coklat itu, mengisi lembar jawabannya tanpa ragu. Dia sudah mempelajari semua buku IPS yang sempat di simpannya 2 tahun lalu. Pensil di tangannya menggerakkan pensil dengan cepat. Matanya menelusuri satu persatu soal dengan teliti. Tidak jauh dari tempat duduknya, seorang laki-laki sebayanya sedang membenarkan posisi kacamata. Dia menatap seorang pria paruh baya berperawakan cina di luar jendela. Tangannya mulai gemetar menuliskan jawaban. Sorot matanya mulai ragu.

“Waktu tersisa 15 menit. Bagi yang sudah selesai silahkan kumpulkan ke pengawas dan bersiap untuk test kedua.” Beberapa anak mulai bangkit dan menaruh lembar jawabannya ke meja pengawas dan berjalan keluar ruangan. Termasuk si gadis berambut coklat.

Suasana ruangan itu mulai tegang. Beberapa mulai mencoret jawaban dengan asal. Laki-laki berkacamata itu mulai berkeringat dingin. Lima menit kemudian, dia melepaskan pensil dari genggamannya dan mengumpulkan lembar jawaban.

“Oke waktu habis. Sistem penilaiannya otomatis, kalian bisa istirahat 30 menit sebelum test kedua di mulai. Poin kalian bisa di lihat di layar depan lima belas menit lagi. Bagi yang tidak memenuhi nilai 7,00 kalian tidak bisa lanjut ke test kedua. Mohon di persiapkan dengan baik.”

Pria berperawakan Cina itu menghampiri anak laki-laki yang baru keluar ruangan. “Dengarkan ayah, ayah mau kamu memenangkan lomba ini. Lomba ini sangat penting. Paham?” tatapan matanya sangat tajam tetapi suaranya sangat tenang. Membuat siapapun gentar saat menatapnya. Anak laki-laki berkacamata didepannya mengganguk takut.
Gadis berambut coklat itu dengan asyik menjilat es-krim coklat favoritenya. Dia menyisahkan satu es-krim di tangan kirinya sembari celingak-celinguk mencari seseorang. “Akal!” laki-laki berkacamata itu menoleh dan tersenyum kearahnya.
                                                             
                                                                       _-_-_-_-_-_
“Eh, mata empat!”
Akal menatapnya sebal, “udah gue bilang, nama gue bukan mata empat. Nama gue, a-k-a-l.”

“Gue mau ngundurin diri dari kompetisi. Gue takut malu-maluin sekolah.” Adena tidak mengubris omelan laki- laki di sampingnya.

“Pulang sekolah lo ada acara?”
Adena menoleh, jantungnya mencelos mendengar pertanyaan itu. “Enggak ada. Lo mau ngajak gue jalan?” tanyanya sembari menaikan sebelah alisnya.

“Iya, gue mau ngajak lo kesuatu tempat.” Akal menatap lekat-lekat wajah wanita di sebelahnya. Ini pertama kalinya Adena merasa takut. Biasanya dia selalu menang dalam tatapan mata. Entah bagaimana, dia merasa laki-laki ini memiliki aura yang membuatnya patuh.
“Pulang sekolah, jam 3 sore,” bisikan itu mampu membuat tubuhnya menegang seketika.

Adena menghela nafas saat keluar dari perpustakaan. Pelatihan Ips hari ini sangat menegangkan baginya. Laki-laki itu selalu membuatnya salah tingkah dan canggung. ‘sialan tuh anak, untung dia udah duluan pulang duluan,’ batinnya sembari tersenyum kecil menatap lantai keramik berwarna keemasan.

Akal hanya pergi ke kelas untuk mengambil kunci mobilnya yang tertinggal. Dia mempercepat langkahnya. Sebelum wanita menyebalkan itu meninggalkan sekolah. dia mau mengajaknya ke sebuah tempat yang akan mengubah jalan pikir wanita itu. Brug! tubuhnya menabrak sesuatu. Dengan sigap, dia menopang tubuhnya yang sudah hampir ambruk dengan kedua tangan. Kacamatanya tergeletak di lantai.

“Mata empat?” suara itu sukses membuat bola mata Akal membulat. Posisi wajah mereka hanya berbeda 5 centi. Adena menatap kagum wajah laki-laki di hadapannya. “Kacamata gue dong. Gue nggak bisa liat nih.” Aroma mint menelisik hidung Adena. “Gimana gue mau gerak? Orang lo nindihin gue begini!” protesnya.

Tragedi itu sukses membuat suasana diantara mereka menjadi sangat canggung. Mereka masuk ke dalam mobil berwarna siver dan melesat meninggalkan sekolah. Akal mengajak Adena ke sebuah acara seminar IPS. Awalnya, Adena sedikit protes tetapi semakin lama dia mulai menikmati seminar ini. Pola pikir para sejarawan membuat kalian akan berfikir lebih luas tentang lingkungan kalian. Akal tersenyum tipis saat melihat wanita menyebalkan di sampingnya tersenyum antusias ‘hal yang terpenting dalam hidup ini bukanlah apa yang terjadi, melainkan ada apa dibalik kejadian itu.’

“Gimana? Jadi ngundurin diri?” tanya Akal sembari menaikan sebelah alisnya.
Adena tersenyum kecil, “nggak akan.” Tetapi, kali ini sorot matanya tajam dan yakin.
                                                                              
                                                                         _-_-_-_-_-_

Babak kedua sudah hampir dimulai. Gadis berambut coklat itu melahap sisa es-krim di tangannya. Dia menatap sampul buku yang pernah dibelinya 2 tahun lalu. “Akal, lo tau nggak? buku ini gue beli 2 tahun yang lalu.”Ujarnya sembari tertawa kecil.

“Gue tau kok, dulu lo suka IPS-kan? Tapi lo nggak punya temen, jadinya lo ngerubah diri dan ngubur semua buku IPS kesukaan lo ya-kan?” ujar laki-laki berkacamata di depannya sembari mengelap sisa es-krim di bibirnya.

“LO BISA TAU?”

“Well, padahal gue cuman nebak doang. Soalnya gue juga pernah ngalamin.” Laki- laki di hadapannya tertawa hambar.

“Lo juga-” ucapan gadis berambut coklat itu terhenti saat mendengar pengumuman bahwa poin mereka sudah bisa dilihat di layar monitor. Dengan spontan mereka berlari memasuki ruang aula. Disusul dengan anak- anak lain.

Mereka saling tatap lalu tersenyum bangga. “Berapa siswa yang lolos?” tanya seorang wanita muda yang baru saja menghampiri mereka berdua. “10 orang” ujar mereka bersamaan.

“Tinggian nilai gue dong!” Gadis berambut coklat itu menjulurkan lidahnya.

Laki-laki berkacamata itu berdecak sebal, “padahal beda dua poin doang.”

“Peringkat 1 dan 2? Kalian berdua hebat banget!.” Wanita muda itu tersenyum lebar.

“Kan bu Ira yang ngajarin.” Ujar mereka berdua bersamaan.

Mereka memulai babak kedua dengan cukup serius. Sesi cerdas cermat ini, membutuhkan peran yang aktif. Sesi ini berbeda, setelah menjawab pertanyaan, poin yang mereka dapatkan langsung tertera dilayar.

“Agresi militer 2!”

“Bersamaan dengan peyerangan PKI di madiun!”

“Karena mereka datang bersama NICA!”

“Tahun 98!”

“jendral soedirman”


Sahut-sahutan mereka memenuhi ruangan. Pada skor terakhir, Adena dan Akal seri. Dan hanya 2 orang yang masuk ke final. Dan itu adalah mereka berdua.
Seusai babak kedua yang cukup mendebarkan itu, gadis berambut coklat berjalan-jalan di taman belakang untuk menenangkan diri. ‘Gue masih unggul 2 poin di babak pertama. Kalau di tambah, nilai gue masih lebih bagus Akal.’ Tanpa sadar, seorang pria berperawakan cina mendekati dirinya.
“Kamu yang akan melawan anak saya?” Gadis berambut coklat itu sedikit terkejut dan menatapnya dengan penuh tanda tanya. “Akal. Kamu yang akan melawan Akal di babak final?” lanjutnya.
“Oh, jadi om ayahnya Akal? Iya om, saya sama Akal masuk final.”

Raut wajahnya berubah menjadi dingin dan tajam. “Dengar, Akal sangat ingin sekali memenangkan lomba ini. Dia belajar tanpa henti dari pagi sampai larut, saya harap kamu mengerti. Lomba ini juga penting bagi saya, karena saya juga menyukai IPS. Tetapi saya gagal di babak final, dan saya ingin anak saya memenangkannya. ”

Gadis berambut coklat itu mendengar setiap kata yang di lontarkan dengan teliti dan mengangguk paham. “Saya tau kalau Akal sangat antusias dengan lomba ini. Dia mempersiapkan diri dengan sangat baik. Saya juga ingin dia menjadi pemenangnya. Tapi apa yang bisa saya lakukan?”
“Kamu sudah unggul 2 poinkan? Tanya pria berperawakan cina itu yang langsung di sambut dengan anggukan.

“Kalau gitu, kamu harus membiarkannya menjawab pertanyaan lebih banyak. Kamu nggak masalah jadi nomer 2-kan?” Gadis berambut coklat itu memanggut dan tersenyum samar.
                                                                                  
                                                                            ***

Babak final sudah dimulai. Pertanyaan pertama untuk Akal sudah di jawab dengan sempurna. Giliran Adena, dia pura-pura menggaruk rambutnya dan menjawab sealah kadarnya. Lawan mainnya menatap tajam. ‘Dia nggak bisanya kaya begini,’ batin Akal.

Pertanyaan kedua dilontarkan untuk Akal. Dengan ragu, Akal menjabarkan jawabnnya sembari menatap Adena. ‘Apa-apaan sih?’ batinnya setelah mendengar menjabaran Adena saat menjawab.

‘Pasti ada yang nggak beres nih.’ Batinnya lagi. Pertanyaan ketiga cukup sulit, dia menjabarkannya dengan patah-patah. Tetapi itu jawaban yang sempurna. Pertanyaan untuk Adena mulai di ucapkan. Adena menatap lawan mainnya dengan ragu. Dia menjawabnya dengan lengkap. Tetapi, dia sengaja melewatkan poin pentingnya.

Pertanyaan keempat mulai di lontarkan. Akal mulai kehilangan kesabaran. Kali ini dia menyalahkan jawabannya. Pria berperawakan cina itu menggeram marah dari bangkunya. Akal tidak mengubrisnya sedikitpun. Otaknya sudah penuh dengan pertanyaan yang akan di lontarkan kepada Adena.

“ADENA! KITA HARUS BICARA!” suara itu sontak membuat Adena gentar dan membuat seluruh ruangan menatapnya. Adena melihat sosok Akal yang sedang bicara dengan juri dan mereka mengizinkan untuk beristirahat  5 menit.

“Gue tau, pasti lo ada masalahkan? Gue tau kalo lo udah sengaja nyalahin jawaban biar gue menangkan?”

“Ng-nggak kok.”

“Gue nggak mau ngelanjutin lomba ini kalo elo nggak jawab pertanyaan dengan benar. Kenapa? Ayah gue? Nggak usah di pikirin. Dia itu terobsesi sama kekalahannya. Gue minta tolong sama lo buat percaya sama gue. Kali ini aja! Gue nggak mau menang kalo nggak murni. Per-cu-ma. Tolong, hargain kerja keras gue, Den.”

Adena seolah olah tertusuk ribuan pisau, kalimat panjang lebar yang di katakan oleh Akal membuatnya merasa sangat bersalah. Dengan sekuat tenaga, dia menganggukan kepalanya dan tersenyum tulus.

“Maafin gue ya.”
“Gue akan maafin lo, kalo lo  ngejawab pertanyaan dengan jujur. Bukan di salah-salahin.” Ujar Akal sembari mengacak-ngacak rambutnya.

Dia memeluk Akal dengan erat. “Ayo kita selesaikan lomba ini.”

Pertanyaan keempat dan kelima untuk Adena kini dijawabnya dengan benar.






‘If you don’t know history, then you don’t know anyting.
You are a leaf that doesn’t know it is a part of a tree.’

Kamis, 05 Mei 2016

RM. Gubug Gurame tapos

Di Rm.gubug gurame tapos ini gw ada acara bareng ibu-ibu sd alumni. Tempat makannya bagus, harganya sih terjangkaulah makanan dengan tempat makannya. Di sini tempat makannya pergubug kecil. Tapi kalau mau besar bisa di konfirmasi dengan pengurusnya. Di sini setiap hari sabtu, minggu, dan hari libur nasional, ada penyanyinya jadi, kayak makan sambil denger music gitu loh... tempatnya bagus banget. Tempatnya sejuk dan rindang. Ada tempat mainnya juga loh.. jadi, untuk para ibu bapak bisa bawa anak kecilnya untuk main. Tapi, hati hati jangan biarkan anak kecilnya ke jalanan sendiri ya.. nanti kejebur. Ikan juga banyak loh, bisa kasih makan ikan pake makanan apa aja, yang penting makanan. Gw nyoba kasih makan timun, tomat, ikan, ayam, daun pisang, dan lalapan di makan loh.. gak ngerti deh tuh ikan kelaperan apa emamg omnivora. H3h3h3. Di sana lengkap deh ada musholanya juga. Musholanya kecil sih tapi, setidaknya bagus, bersih, dan cukup memadailah. Ada tempat wudhunya juga, gak usah khawatir, gak bakal ngobok kolam ikan buat wudhu kok, hahaha_^. Kalau dari luar gak kelihatan langsung karena di luar terlalu besar tempat untuk parkirnya. Tapi, ada papan besar penunjuknya kok.

Ayo cobain tempat makannya. Seru loh. Bagus buat tempat berfoto. Makanannya juga wenak banget...

Sekian dari gw pratisyara. Maafin kalo bahasanya begini ya... maklum anak gahol. Eaaa. Assalamualaikum.